Sebab itu, berkaca dari terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang masih menebar uang sogok meski sudah ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, maka perlu ada sanksi alternatif yang lebih efektif. Salah satunya dengan hukuman ganti rugi dalam jumlah besar atau lebih populer dengan sanksi pemiskinan.
Pakar hukum birokrasi Universitas Indonesia Tri Hayati menilai sanksi administrasi dengan model ganti rugi uang negara dengan jumlah besar akan lebih efektif dari pada hukuman pidana badan atau penjara.
Menurut dia, ada beberapa keuntungan bila sanksi pemiskinan ini diterapkan. Pertama, mengurangi beban negara untuk menanggung hidup terpidana selama dibui. Selain itu, negara juga harus mengalokasikan anggaran untuk petugas tahanan. Kedua, uang negara yang dikorupsi dapat terselamatkan dengan ganti rugi tersebut. "Sanksi badan juga belum efektif, buktinya Gayus masih bisa kabur-kaburan," imbuh Tri Hayati kepada okezone, Minggu (13/11/2010).
Sanksi model ini, ungkap dia, telah diterapkan di Jerman. "Dengan ganti rugi yang sangat besar, berharap birokrat mikir-mikir untuk korupsi sehingga dari sini ada efek jera," terang Tri Hayati.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebenarnya dalam RUU Administrasi Pemerintahan ada pasal yang mengatur soal sanksi administrasi dengan ganti rugi tersebut.
"Saya ikut menyusun RUU ini. Intinya bila ada birokrat yang menyalahgunakan wewenang untuk korupsi dapat dijerat dengan saknsi ini," paparnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Nasir Jamil juga sepakat dengan wacana pemiskinan koruptor, dengan catatan harus didukung oleh payung hukum yang tepat. “Kalau mau efektif harus didukung dengan Undang-Undang Pembuktian Terbalik, sehingga penyelenggara negara nantinya mampu mempertanggungjawabkan seluruh kekayaannya. Tidak hanya pasa ada case saja,” terang Nasir(Okezone)
0 comments:
Post a Comment